Knowhotels.blogspot.com - Efek Kebijakan pemerintah tentang perhotelan membuat para pebisnis mengeluh berat. di medan misalnya. Untuk hotel yang memang mengambil pangsa pasar lembaga pemerintah mulai banyak yang "banting setir". Sejumlah industri perhotelan di Medan mulai mengeluhkan kebijakan pemerintah yang melarang PNS dan pegawai BUMN untuk melakukan rapat dan kegiatan lainnya di hotel sejak akhir tahun lalu. Saat ini, omzet perhotelan anjlok antara 30% hingga 40%. Waahhhhh....., mulai gawat nih...!!! |
General Manager Garuda PlazaHotel, Razali Mochtar mengungkapkan, hingga saat ini sudah ada beberapa hotel di Medan yang mengeluh kewalahan membayar kredit perbankan. "Sebagian besar hotel yang ada memang mengambil pinjaman bank untuk menjalankan operasional," katanya kepada MedanBisnis, Selasa (24/2). Beberapa industri perhotelan di Medan memang sejak bulan lalu mengeluhkan okupansi yang mulai berkurang akibat kebijakan pemerintah itu. Menurut dia, penurunan okupansi paling terasa di hotel bintang tiga hingga bintang lima. Maklum, hotel di kelas ini memang menargetkan instansi pemerintah sebagai salah satu pasar yang potensial. Okupansi perhotelan yang ada saat ini hanya mampu bermain di bawah 60%. Saat ini pihaknya mulai memasang harapan kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian BUMN yang dikabarkan mulai mempertimbangkan kebijakan itu. "Ini karena ada desakan dari pengusaha dan PHRI di pusat dan sejumlah daerah, termasuk dari pengusaha hotel di Sumut yang telah bersurat kepada pemerintah," jelasnya. Soalnya, dia mengatakan, akibat kebijakan itu sejumlah pebisnis hotel mulai banting setir dalam mengelola pasar. Jika sebelumnya mereka fokus menggarap di segmen pemerintahan dan BUMN, kini mereka fokus untuk mengejar target maksimal dari pasar perusahaan swasta. "Kami akan fokus untuk meningkatkan kerja sama dengan pihak swasta. Hal ini dilakukan untuk menutupi kekurangan dari pasar pemerintahan dan BUMN," ungkap PR Manager Hotel Santika Medan, Gledy Simanjuntak. Begitupun, pihak pebisnis hotel yang ada tetap berharap pemerintah segera meninjau kembali kebijakan yang telah diambil itu. Maklum, kebijakan itu juga menyebabkan kontrak-kontrak yang selama ini telah diteken terpaksa dibatalkan dan memangkas omzet. Jika dalam jangka panjang, industri perhotelan masih terus kewalahan membayar kredit bank, bisa jadi akan banyak karyawan yang di-PHK untuk mengurangi biaya operasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Sumut bulan lalu hanya mencapai rata-rata 45,86%. Jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya angka tersebut mengalami penuruan 1,98 poin dari 47,84% pada Januari tahun lalu. Dari data itu, okupansi tertinggi terjadi pada hotel bintang empat yaitu mencapai 55,51%, sedangkan okupansi hotel terendah terjadi pada hotel bintang satu yang hanya mencapai 34,52%. Pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin mengungkapkan, sudah saatnya pemerintah meninjau kembali kebijakan pelarangan itu. Selain untuk menyelamatkan industri perhotelan, kebijakan itu juga justru bisa jadi bumerang bagi pemerintah. "Kebijakan itu diambil untuk menghemat anggaran, sedangkan fasilitas yang dimiliki pemerintah belum memadai," katanya. Tentu pemerintah harus menyiapkan dana yang tidak sedikit untuk mengadakan fasilitas berupa ruang rapat, termasuk pegawai yang bertugas mengelola fasilitas tersebut. "Makanya, pemerintah perlu melihat dampak jangka panjang dari kebijakan itu, terutama dampak terhadap bisnis perhotelan. Maklum, sektor ini menjadi salah satu andalan untuk mendongkrak ekonomi, khususnya di kota-kota besar," tandasnya. (daniel pekuwali)BY#MedanBisnis |
Klik Di Sini
Monday, March 02, 2015
PENGUSAHA HOTEL MULAI KEWALAHAN MEMBAYAR KARTU KREDIT
Label:
Hotel News
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment