Knowhotels.blogspot.com - INDONESIA memang sangat
beragam akan budayanya. Dari ujung barat ke ujung timur, dari ujung utara ke
ujung selatan, dipenuhi dengan berbagai suku dan budaya. Keanekaragaman itu
membuat negeri ini dijuluki sebagai negeri seribu satu suku dan budaya. Siapa yang
mengira negeri yang dihuni oleh ratusan juta orang ini memiliki kekayaan alam
yang melimpah, meski pada akhirnya masih banyak orang-orangnya yang miskin. Meski
demikian, keulatan dalam menjaga tradisi dan budaya daerah sangatlah kuat,
sehingga mereka saling memahami dan mengerti satu sama lain yang menyebabkan
terbentuknya solidaritas masyarakat di daerah tersebut.
Di Kota Banyuwangi terdapat sebuah suku yang memiliki
kesenian unik, yaitu suku oseng yang memiliki kesenian
Kebo-Keboan. Meski zaman kian beralih, namun setiap tahun masyarakat Banyuwangi
berupaya keras mempertahankan kemurnian dan kesakralan kebudayaan mereka
tersebut.
Kebo adalah nama dari
seekor binatang yaitu kerbau. Mendengar namanya saja sudah jelas bahwa pemeran
utama dalam kesenian ini adalah binatang kerbau. namun binatang itu berbentuk manusia. jelasnya, manusia yang di make up layaknya wajah kerbau, ada tanduknya, hitam, pokoknya mirip dengan kerbau, cuma kakinya aja yang beda......wkwkwk...
Munculnya
ritual kebo-keboan berawal terjadinya musibah pagebluk. Kala itu, seluruh warga
diserang penyakit dan tanaman diserang hama. Banyak warga kelaparan dan mati
akibat penyakit misterius. Seorang sesepuh, bernama Mbah Karti mendapat wangsit
dari semedinya di bukit untuk menggelar ritual kebo-keboan dan mengagungkan
Dewi Sri.
Keajaiban
muncul ketika warga menggelar ritual kebo-keboan. Warga yang sakit mendadak
sembuh. Hama yang menyerang tanaman padi sirna. Sejak itu, ritual kebo-keboan
dilestarikan. Mereka takut terkena musibah jika tidak melaksanakannya.
Warga
yang merayakan ritual ini sama seperti merayakan hari raya. Para sesepuhlah
yang menentukan tanggal perayaan, berdasarkan penghitunan kalender Jawa Kuno.
Sebelum
upacara adat ini dimulai, warga membuat gerbang yang dihias hasil bumi
daerah mereka. Gerbang inilah yang akan dilewati kerbau jadi-jadian.
Tiap
jalan kampung juga dihiasi berbagai tanaman, sebagai simbol ungkapan
syukur kepada penguasa alam. Selain itu mereka menyiapkan tumpeng dan juga
menyediakan sesajen yang dimasak secara tradisional khas suku Using.
Menjelang
siang hari, warga berkumpul di depan rumah masing-masing. Dipimpin sesepuh
adat, warga berdoa menggunakan bahasa Using kuno. Usai berdoa, warga berebut
menyantap tumpeng yang diyakini mampu memberikan berkah keselamatan.
Usai
pesta tumpeng, ritual Kebo-Keboan ini diawali dengan visualisasi Dewi Sri (
Dewi Padi ) yang ditandu oleh beberapa pengawal dengan pakaian khas. Lalu ada
puluhan laki-laki bertubuh kekar dengan dandanan dan bertingkah aneh seperti
kerbau. Sekujur tubuh mereka dilumuri arang. Mereka memakai rambut palsu warna
hitam beserta tanduk, tidak lupa lonceng kayu berwarna hitam yang tergantung di
leher layaknya kerbau. Ada pula para petani yang membawa hasil panennya.
Prosesi ini disebut sebagai ider bumi ( prosesi mengelilingi kampung dari
hilir hingga ke hulu kampung ).
Sebelumnya,
pawang kerbau memberikan tapung tawar agar tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan pada sikerbau jadi-jadian itu. Mereka juga sudah dimandikan dan
sebenarnya tidak sadarkan diri karena kemasukkan makhluk gaib. Puluhan manusia
kerbau diarak keliling kampung diiringi gamelan dan angklum sambil berjalan
bergerombol. Layaknya kerbau, mereka berlari dikendalikan seorang petani. Bau
kemenyan dan bunga merebak. Jalan yang dilalui arak-arakan sengaja dibanjiri
air. Tujuannya, kerbau yang lewat bisa berkubang. Polah tingkah mereka pun
berubah layaknya kerbau. Menyeruduk siapa saja yang ada di depannya. Penonton
pun berlarian menghindari serudukan kerbau. Penonton
Perjalanan
arak-arakan berakhir di pusat kampung. Di tempat ini, Dewi Sri turun dari
kereta dan memberikan berkah (benih padi) kepada petani. Lagu pujian
berkumandang mengagungkan kebesaran dewi kemakmuran ini. Selama ritual ini
kerbau yang kesurupan berubah jinak. Mereka mendekat dan tunduk pada sosok Dewi
Sri tersebut.
Kebo-keboan
diakhiri dengan prosesi membajak sawah. Sepasang manusia kerbau menarik bajak,
berkeliling di tengah sawah berlumpur yang siap ditanami. Lalu, benih biji padi
disebar. Warga langsung berebut benih tersebut yang diyakini memberikan
kesuburan. Sambil para penonton sibuk dan beramai-ramai mengambil bibit padi
itu, para “kerbau” mengamuk dan terus menyeruduk.
Serukan......!!!!!! tapi jangan takut ya....
No comments:
Post a Comment